DILEMA PRAKTIK PRA PERADILAN
DILEMA PRAKTIK PRA PERADILAN
Oleh:
Muhammad Nirwan Farbianto
(Kantor Hukum Gunawan Nanung, SH & Rekan)
(Kantor Hukum Gunawan Nanung, SH & Rekan)
Hukum Acara Pidana mengatur cara-cara bagaimana negara
menggunakan haknya untuk melakukan penghukuman dalam perkara-perkara yang
terjadi. Hukum acara pidana merupakan suatu sistem kaidah atau norma yang
diberlakukan oleh negara, dalam hal ini oleh kekuasan kehakiman, untuk
melaksanakan hukum pidana. Dengan lain perkataan, fungsi hukum acara pidana
menyangkut penetapan Hakim tentang apakah telah terjadi suatu tindak pidana,
apakah seseorang tertentu dapat dipersalahkan telah melakukannya, dan tentang
penjatuhan hukuman tertentu, dan juga peraturan-peraturan tentang pelaksanaan
hukuman yang dijatuhkan..
Hukum acara pidana menjadi sangat penting karena apabila
tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya seperti yang terdapat dalam KUHAP, akan
berakibat fatal bahkan mungkin juga mengakibatkan lolosnya pelaku tindak pidana
dan jerat hukum, atau bahkan mungkin melahirkan gugatan hukum yang diarahkan
kepada badan-badan penegak hukum.
Secara
umum tujuan praperadilan adalah satu cermin pelaksanaan asas Presumption Of
Innocent agar tiap orang yang diajukan sebagai terdakwa telah melalui proses
awal yang wajardan mendapat perlindungan harkat serta martabat manusianya.
Layaknya sebagai alat uji apakah orang tersebut telah melalui proses awal
penangkapan dan penahanan oleh aparatur penyidik secara sah menurut UU atau
penahanan dan penangkaan yang mengandung cacat. Hal ini berkonsekuensi
tersangka dapat menuntut ganti rugi atau merehabilitasi namanya.
Menarik saat membaca buku “Pra peradilan Dalam Kenyataan
(Studi Kasus dan Komentar)oleh O.C.Kaligis dkk” terdapat beberapa kasus
seperti:
1.Kasus Tjiam Tjen Siung yang ditangkap Garnisun
Ibukota (Put.No.01/Praperadilan/84/PNJU)
2.Kasus Brongkos Syaban (Kepala Dispenda Kabupaten
Bogor)
3.Kasus Penahanan yang dilakukan oleh Lurah
(Put.No.004/Pen/Pra.Pid/1985 PNJB)
4.Kasus Bambang Sugito dalam perkara uang palsu
5.Kasus Kematian Sudarto (Put.No.04/Praper/1985/PNJU)
6.Kasus Chotib Azid Muslim (Bekasi)
(Put.No.3/Pid/Pra-Per/1985/PN Bks)
7.Kasus Penahanan A.yung CS oleh POLDA METROJAYA
8.Kasus kelebihan Masa Penahanan (Kelebihan enam
jam)
9.Kasus Billy Yani Lesmana CS
(Put.No.06/1982/Pra.Per)
10.Kasus penahanan tidak sah atas diri KHOUW HWEE
KIAT oleh Satgas, Polisi Militer dan Polisi
Selain itu banyak kasus seperti pra peradilan Al-Amin
Nasution, dibukanya kembali Kasus dugaan korupsi pergeseran dana APBD sebesar
Rp5,4 miliar tahun 2004, yang pernah turut melilit mantan Gubernur Gorontalo
dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, Pra peradilan MAKI atas
kasus Bibit-Chandra
Menurut pasal 1 huruf 10 KUHAP, praperadilan adalah wewenang Pengadilan
Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam UU
ini, tentang :
1. Sah
atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka
atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya
2. Sah
atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan pengadilan.
3. Permintaan ganti kerugian
atau rehabiltasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya
yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
a.
Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapatkan pemenuhan atas
tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan,
dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan UU atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang
diatur dalam UU ini (pasal 1 angka 22 KUHAP).
b. Rehabilitasi
adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan
dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan
atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan
yang berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU ini (pasal 1 angka 23 KUHAP).
Ruang
Lingkup:
1. Sah
atau tidaknya penangkapan.
2. Sah
atau tidaknya penahanan.
3. Sah
atau tidaknya penghentian penyidikan.
4. Sah
atau tidaknya penghentian penuntutan.
5. Ganti
rugi dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat
penyidikan.
6. Ganti
kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada
tingkat penuntutan.
7. Rehabilitasi
bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan.
8. Rehabilitasi
bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penuntutan.
Adapun alasan-alasan sahnya untuk penghentian penyidikan
dapat disebutkan antara lain :
1. Tidak
terdapat cukup bukti, dalam arti tidak dapat ditemukan alat-alat bukti sah yang
cukup. Artinya alat-alat bukti seperti yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan
terdakwa, tidak terpenuhi ataupun alat-alat bukti minimum dari tindak pidana
tersebut tidak dapat dijumpai, diketemukan dan tidak tercapai.
2. Peristiwa
tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana, artinya bahwa dimana penyidik
berpendapat, peristiwa yang semula dianggap sebagai tindak pidana namun
kemudian secara nyata bahwa peristiwa itu bukanlah suatu tindak pidana, maka
penyidik kemudian menghentikan penyidikan atas peristiwa tersebut.
3. Penyidikan
dihentikan demi hukum karena berdasarkan undang-undang memang tidak dapat
dilanjutkan peristiwa hukum tersebut, misalnya dalam hal ini antara lain
tersangka meninggal dunia, terdakwa sakit jiwa, peristiwa tersebut telah
diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap, peristiwa hukum tersebut telah
kadaluasa.
Sedangkan berkaitan dengan subjek hukum praperadilan adalah
setiap orang yang dirugikan. Untuk sah atau tidaknya penghentian penyidikan
atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak
ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan
alasannya yaitu untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana
pengawasan secara horisontal.
Yang berhak mengajukan upaya pra peradilan untuk memeriksa sah tidaknya
upaya paksa, tuntutan ganti kerugian, dna permintaan rehabilitasi adalah :
1. Tersangka atau
2. Keluarga tersnagka atau
3. Ahli waris tersangka atau
4. Kuasa hukum tersangka atau
5. Pihak ketiga yang berkepentingan
Yang berhak mengajukan upaya gugatan pra peradilan untuk sah tidaknya
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan adalah
1. Penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan
Yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan adalah
a.
Saksi korban tindak pidana atau
b. Pelapor atau
c.
Organisasi non pemerintah (ornop/lsm), ini
dimaksudkan untuk memberi hak kepada kepentingan umum terkait tindak pidana korupsi,
lingkungan, dll. Untuk itu sangat layak dan proporsional untuk memberi hak
kepada masyarakat umum yang diwakili ornop.
2. Penuntut umum atau pihak ketiga yang
berkepentingan.
Saat
proses pemeriksaan praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh
Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh Panitera. Pemeriksaan perkara
praperadilan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya.
Cacat formil
penangkapan dan penahanan
Pasal 18 ayat (1) KUHAP:
“Pelaksanaan
tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat
perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan
alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan
serta tempat ia diperiksa
Pasal 18 ayat (3) KUHAP
yang menyatakan:
“Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.”
Pasal 17 KUHAP: “Perintah penangkapan dilakukan
seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti pemulaanyang
cukup.” Lebih lanjut penjelasan pasal 17 KUHAP: “yang dimaksud dengan
“bukti permulaan yang cukup” ialah bukti permulaan untuk adanya tindak pidana sesuai
dengan ketentuan pasal 1 butir 14.
Pasal ini menunjukkan bahwa perintah penangkapan
tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka
yang betul-betul melakukan tindak pidana.”
Pasal 1 butir 14
“Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaaanya,
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.”
Pasal 21 ayat (1) KUHAP menyatakan: “perintah
penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau
terdakwa yang diduga kerena melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka
atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang buti dan
atau mengulangi tindak pidana.”
Penggeledahan
Pasal 32 KUHAP menyatakan bahwa : Untuk
Kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau
penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan mnurut tata cara yang ditentukan
dalam undang– undang ini.
Pasal 33 ayat (2),(3),
(4), (5)
menyatakan bahwa ;
Ayat (2) ;Dalam
hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah.
Ayat (3) ;Setiap
kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka
atau penghuni menyetujuinya.
Ayat (4) ;Setiap
kali memasuki rumah harus disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua Lingkungan
dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak
hadir.
Ayat (5) ; Dalam
waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu
berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang
bersangkutan.
Penyitaan
Pasal 75 ayat 1 huruf f KUHAP
menyatakan bahwa : “ Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang
penyitaan benda ”
PERMINTAAN GANTI KERUGIAN DAN ATAU
REHABILITASI
Pasal 81, 95
ayat (1), 97 ayat (3) KUHAP serta jaminan prosedur yudisial guna pemenuhan
kerugian-kerugian serta pemulihan atau rehabilitasi atas tercemarnya nama baik
Pemohon dan keluarga di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana dikehendaki oleh
pasal 9 ayat (5) Undang-undang No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan
Internasional Tentang Hak sipil Politik yang menyatakan bahwa “Setiap orang
yang telah menjadi korban penangkapan atau penahanan yang tidak sah berhak
atas kompensasi yang dapat diberlakukan.”
Tata
Cara Permohonan
Tata cara permohonan praperadilan
yaitu :
- Permohonan praperadilan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan surat permohonan yang menyebut alas an-alasannya.
- dalam waktu 3 hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditujukan menetapkan hari sidang.
a.
Pasal 83 ayat 2 huruf D KUHAP :
Dalam hal suatu perkara sudah dimulai diperiksa oleh
pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan
belum selesai maka permintaan tersebut gugur.
b. Pasal
83 KUHAP
Terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan
banding, kecuali putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian
penyidikan atau penuntutan, penyidik atau penuntut umum dapat meminta putusan
ahkir tahun kepada ketua pengadilan negeri.
*Dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar