Corporate
Langkah Hukum Pemegang Saham Jika Laporan Keuangan
Direkayasa
Pengertian dari PT terbuka atau perseroan
terbuka pada Pasal 1 angka 7 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) adalah
Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pengertian ini
juga disebutkan dalam Poin 1 huruf a Peraturan No. IX.H.1 -
Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-264/BL/2011 tentang Pengambilalihan
Perusahaan Terbuka, Perusahaan Terbuka adalah Emiten yang telah
melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas atau Perusahaan Publik
Jadi, PT terbuka adalah PT yang telah
melakukan penawaran umum saham di pasar modal (emiten) atau PT yang telah
menjadi Perseroan Publik.
Kemudian, yang dimaksud dengan perseroan
publik dijelaskan dalam Pasal 1 angka 8 UUPT Perseroan Publik
adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Dalam ketentuan pasar modal yaituPasal 1 angka 22 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (“UUPM”)
Perseroan publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki
sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal
disetor sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu
jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Secara umum, hak-hak dari pemegang saham
dalam PT dapat Saudara lihat dalam artikel Bolehkah Karyawan memiliki Saham Perseroan?
Kemudian karena yang Saudara tanyakan adalah
PT terbuka, maka dalam hal ini terkait juga ketentuan di bidang pasar modal dan
pengawasan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
("Bapepam-LK"). Karena PT terbuka adalah Perusahaan Publik atau PT
yang telah melakukan penawaran umum saham (emiten), maka dalam hal ini
kepentingan publik/masyarakat sebagai pemilik saham harus dilindungi.
Laporan keuangan wajib diserahkan oleh
Direksi PT terbuka kepada akuntan publik untuk diaudit (lihat Pasal 68
ayat (1) huruf c UUPT). Kemudian laporan hasil audit akuntan publik atas
laporan keuangan tersebut disampaikan secara tertulis dalam Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) melalui Direksi dan disahkan melalui RUPS (Pasal 68 ayat (3)
jo. Pasal 69 ayat (1) UUPT). Bila pemegang saham tidak menerima laporan
keuangan tersebut, maka tidak akan disahkan dalam RUPS. Dalam hal laporan
keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab
terhadap pihak yang dirugikan, dalam hal ini adalah pemegang saham (lihat Pasal
69 ayat (3) UUPT).
Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan
No. X.K.2 - Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-346/BL/2011 Tahun 2011 tentang
Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten atau Perusahaan Publik (“Peraturan
X.K.2”). Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan Laporan Keuangan
Berkala kepada Bapepam dan LK paling sedikit 2 (dua) eksemplar, satu di
antaranya dalam bentuk asli, dan disertai dengan laporan dalam salinan
elektronik (soft copy). Laporan keuangan tersebut meliputi:
1) laporan posisi keuangan
(neraca);
2) laporan laba rugi komprehensif;
3) laporan perubahan ekuitas;
4) laporan arus kas;
5) laporan posisi keuangan pada
awal periode komparatif, jika Emiten atau Perusahaan Publik menerapkan suatu
kebijakan akuntansi secara retrospektif, membuat penyajian kembali pospos
laporan keuangan, atau mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya; dan
6) catatan atas laporan keuangan
Dalam Peraturan X.K.2 dikenal adanya laporan
keuangan tahunan dan laporan keuangan tengah tahunan. Mengenai dugaan
terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan ini, Bapepam berwenang untuk
memeriksa apabila emiten atau PT publik tersebut melakukan pelanggaran (lihat Pasal
100 ayat [1] UUPM). Apabila pelanggaran tersebut berakibat merugikan
kepentingan pasar modal dan/atau merugikan kepentingan pemodal atau masyarakat
Bapepam berwenang untuk melakukan penyidikan (lihat Pasal 101 ayat [1]
UUPM). Bila terbukti melakukan pelanggaran, maka Bapepam berwenang
menjatuhkan sanksi adminstratif antara lain (Pasal 102 ayat [2] UUPM):
a. peringatan tertulis;
b. denda yaitu kewajiban untuk
membayar sejumlah uang tertentu;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pencabutan izin usaha;
f. pembatalan
persetujuan;dan
g. pembatalan pendaftaran.
Sedangkan bila terbukti melakukan tindak
pidana, maka dalam hal ini Direksi yang merekayasa laporan keuangan dapat
dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 107 UUPM:
Pasal 107
“Setiap
Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau
menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh
izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik
diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Pemegang saham yang merasa dirugikan oleh
Direksi dapat melakukan gugatan untuk menuntut ganti kerugian ke pengadilan
negeri berdasarkan Pasal 61 UUPT:
Pasal 61
(1) Setiap pemegang saham
berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila
dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan
wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
(2) Gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Demikian jawaban dari kami, semoga
bermanfaat.
Dasar hukum:
3. Peraturan No. IX.H.1 -
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Nomor
KEP-264/BL/2011 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka
4. Peraturan No. X.K.2 - Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Nomor KEP-346/BL/2011 Tahun
2011 tentang Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten atau Perusahaan Publik
Komentar
Posting Komentar