Aturan Pembebasan Lahan
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 15 TAHUN 1975
TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA
PEMBEBASAN TANAH
Mengingat:
1. Undang-Undang No. 5 tahun 1960
(Lembaran Negara 1960-104);
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6
tahun 1972;
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5
tahun 1973.
BAB I. KETENTUAN UMUM
Pas. 1. (1) Yang dimaksud dengan
Pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang
semula terdapat di antara pemegang
hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi.
(2) Panitia Pembebasan Tanah adalah
suatu Panitia yang bertugas melakukan pemeriksaan/penelitian dan penetapan
ganti rugi dalam rangka pembebasan sesuatu hak atas tanah dengan atau tanpa
bangunan/tanaman tumbuh di atasnya, yang pembentukannya ditetapkan oleh Gubernur
Kepala Daerah untuk masing-masing
Kabupaten /Kotamadya dalam suatu
wilayah Propinsi yang bersangkutan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya,
Panitia Pembebasan Tanah berpedoman kepada peraturan-peraturan yang berlaku
berdasarkan azas musyawarah dan harga umum setempat.
(4) Harga umum setempat adalah harga
dasar yang ditetapkan secara berkala oleh suatu
Panitia dimaksud dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1975 untuk sesuatu daerah menurut jenis
penggunaannya.
(5) Tanah-tanah yang dibebaskan dengan
mendapatkan ganti rugi dapat berupa:
a. tanah-tanah yang telah mempunyai
sesuatu hak berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1960.
b. tanah-tanah dari masyarakat hukum
adat.
(6) Dalam penetapan ganti rugi sebagai
dimaksud dalam ayat (5) di atas termasuk pula tanaman-tanaman dan
bangunan-bangunan yang berada di atas tanah tersebut.
BAB II. PEMBEBASAN TANAH UNTUK
KEPERLUAN PEMERINTAH
Bagian 1. Susunan Dan Tugas Panitia
Pembebasan Tanah
Pasal 2.
(1) Susunan keanggotaan Panitia
Pembebasan Tanah terdiri dari Unsura. Kepala Sub Direktorat Agraria
Kabupaten/Kotamadya sebagai Ketua merangkap anggota.
b. Seorang pejabat dari Kantor
Pemerintah Daerah Tingkat 11 yang ditunjuk oleh Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah yang bersangkutan sebagai anggota.
c. Kepala Kantor IPEDA/IREDA atau
pejabat yang ditunjuk sebagai anggota.
d. Seorang pejabat yang ditunjuk oleh
instansi yang memerlukan tanah tersebut sebagai anggota.
e. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Daerah
Tingkat II atau pejabat yang ditunjuknya apabila mengenai tanah bangunan
dan/atau Kepala Dinas Pertanian Daerah Tingkat II atau pejabat yang ditunjuknya
jika mengenai tanah pertanian sebagai anggota.
f. Kepala Kecamatan yang bersangkutan
sebagai anggota.
g. Kepala Desa atau yang dipersamakan
dengan itu sebagai anggota.
h. Seorang pejabat dari Kantor Sub
Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya yang ditunjuk oleh Kepala Sub Direktorat
Agraria Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan sebagai Sekretaris bukan anggota.
(2) Dalam hal-hal tertentu
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dapat mengetuai sendiri Panitia
tersebut dalam ayat (1) di atas.
(3) Gubernur Kepala Daerah dapat
menambah anggota Panitia Pembebasan Tanah, apabila temyata untuk menyelesaikan
pembebasan tanah ini diperlukan seorang ahli.
(4) Gubernur Kepala Daerah dapat
membentuk Panitia Pembebasan Tanah Tingkat Propinsi dengan susunan keanggotaan
dari instansi-instansi seperti dimaksud dalam ayat (1) di atas, sepanjang tanah
yang dibebaskan itu terletak di wilayah beberapa Kabupaten/Kotamadya atau jika menyangkut
proyek-proyek khusus.
Pasal 3.
Tugas Panitia sebagai dimaksud dalam
pasal 2 adalah:
a. mengadakan inventarisasi serta
penelitian setempat terhadap keadaan tanahnya, tanam tumbuh dan
bangunan-bangunan;
b. mengadakan perundingan dengan para
pemegang hak atas tanah dan bangunan/tanaman;
c. menaksir besarnya ganti rugi yang
akan dibayarkan kepada yang berhak;
d. membuat berita acara pembebasan
tanah disertai fatwa/pertimbangannya;
e. menyaksikan pelaksanaan pembayaran
ganti rugi kepada yang berhak atas tanah Bangunan/tanaman tersebut.
Bagian 2. Acara Pembebasan Tanah
Pasal 4.
(1) Panitia Pembebasan Tanah seperti
dimaksud dalam pasal 2, bekerja atas permintaan instansi yang memerlukan tanah.
(2) Instansi yang memerlukan tanah
harus mengajukan permohonan pembebasan hak atas
tanah kepada Gubernur Kepala Daerah
atau pejabat yang ditunjuknya, dengan mengemukakan maksud dan tujuan penggunaan
tanahnya.
(3) Permohonan tersebut dalam ayat (2)
harus disertai dengan keterangan-keterangan tentang:
a. status tanahnya jenis/macam haknya,
luas dan letaknya);
b. gambar situasi tanah;
c. maksud dan tujuan pembebasan tanah
dan penggunaan selanjutnya;
d. kesediaan untuk memberikan ganti
rugi atau fasilitas-fasilitas lain kepada yang berhak atas tanah.
(4) Tanah-tanah yang akan dipergunakan
oleh instansi yang bersangkutan harus diberi tanda batas yang jelas.
(5) Pada gambar situasi tanah, harus
dimuat semua keterangan yang diperlukan, seperti:
tanda-tanda batas, jalan-jalan,
saluran-saluran air, kuburan, bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman yang ada.
Pasal 5.
(1) Setelah menerima permohonan dari
instansi yang bersangkutan, maka Gubernur Kepala
Daerah atau pejabat yang ditunjuk
segera meneruskan permohonan tersebut kepada Panitia Pembebasan Tanah untuk
mengadakan penelitian terhadap data dan keteranganketerangan seperti yang
dimaksud dalam pasal 4.
(2) Jika dianggap perlu, Panitia
Pembebasan Tanah dapat memanggil pihak-pihak yang bersangkutan untuk melengkapi
data/keterangan seperti yang dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4.
Pasal 6.
(1) Di dalam mengadakan
penaksiran/penetapan mengenai besarnya ganti rugi, Panitia Pembebasan Tanah
harus mengadakan musyawarah dengan para pemilik/pemegang hak atas tanah dan/atau
benda/ tanaman yang ada di atasnya berdasarkan harga umum setempat.
(2) Dalam menetapkan besamya ganti rugi
harus diperhatikan pula tentang:
a. lokasi dan faktor-faktor strategis
lainnya yang dapat mempengaruhi harga tanah.Demikian pula dalam menetapkan ganti
rugi atas bangunan dan tanaman harusberpedoman pada ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Pertanian setempat.
b. bentuk ganti rugi dapat berupa uang,
tanah dan atau fasilitas-fasilitas lain.
c. yang berhak atas ganti rugi itu
ialah mereka yang berhak atas
tanah/bangunan/tanaman yang ada di
atasnya, dengan berpedoman kepada huklim
adat setempat, sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan
kebijaksanaan Pemerintah.
(3) Panitia Pembebasan Tanah berusaha
agar dalam menentukan besamya ganti rugi terdapat kata sepakat di antara para
anggota Panitia dengan memperhatikan kehendak dari para
pemegang hak atas tanah. Jika terdapat
perbedaan taksiran ganti rugi di antara para anggota Panitia itu, maka yang
dipergunakan adalah harga rata-rata dari taksiran masingmasing anggota.
(4) Pelaksanaan pembebasan tanah harus
dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat.
(5) Keputusan Panitia Pembebasan Tanah
mengenai besar/bentuknya ganti rugi tersebut disampaikan kepada instansi yang
memeriukan tanah, para pemegang hak atas tanah dan para anggota Panitia yang
turut mengambil keputusan.
Pasal 7.
(1) Setelah menerima keputusan seperti
dimaksud dalam pasal 6 ayat (5), maka instansi dan para pemegang hak atas tanah
yang bersangkutan memberitahukan kepada Panitia Pembebasan Tanah tentang
persetujuan atau penolakannya atas penentuan besar/bentuknya ganti rugi yang
telah ditetapkan itu.
(2) Jika terjadi penolakan seperti
tersebut pada ayat (1) harus disertai pula dengan alasanalasan penolakannya.
Pasal 8.
(1) Panitia pembebasan Tanah setelah
menerima dan mempertimbangkan alasan penolakan
tersebut, dapat mengambil sikap sebagai
berikut:
a. Tetap kepada putusan semula.
b. Meneruskan surat penolakan dimaksud
dengan disertai pertimbanganpertimbangannya
kepada Gubernur Kepala Daerah yang
bersangkutan untuk
diputuskan.
(2) Gubernur Kepala Daerah yang
bersangkutan setelah mempertimbangkan dari segala segi, dapat mengambil
keputusan yang bersifat mengukuhkan putusan Panitia Pembebasan Tanah atau
menentukan lain yang ujudnya mencari jalan tengah yang dapat diterima oleh kedua
belah pihak.
(3) Keputusan Gubernur Kepala Daerah
seperti tersebut pada ayat (2) disampaikan kepada masing-masing pihak yang
bersangkutan dan Panitia Pembebasan Tanah.
Pasal 9.
(1) Bilamana telah tercapai kata
sepakat mengenai besar/bentuknya ganti rugi seperti dimaksud dalam pasal 6 ayat
(5), maka dilakukan pembayaran ganti rugi sejumlah yang telah disetujui
bersama. Bersama dengan pembayaran ganti rugi itu dilakukan pula
penyerahan/pelepasan hak atas tanahnya
dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota Panitia
Pembebasan Tanah, di antaranya Kepala Kecamatan dan Kepala Desa yang
bersangkutan.
(2) Pembayaran ganti rugi tersebut
dalam ayat (1) harus dilaksanakan secara langsung oleh
instansi yang bersangkutan kepada para
pemegang hak atas tanah.
(3) Pembayaran ganti rugi serta
pernyataan pelepasan hak yang dimaksud dalam ayat (1) di atas, harus dibuat
dalam satu daftar secara kolektif dalam rangkap 8 (delapan).
Pasal 10.
(1) Apabila pembebasan tanah beserta
pemberian ganti rugi telah selesai dilaksanakan, maka instansi yang memerlukan
tanah tersebut diharuskan mengajukan permohonan sesuatu hak atas tanah kepada
Pejabat yang berwenang seperti dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
No. 6 tahun 1972.
(2) Permohonan tersebut harus disertai
dengan surat-surat bukti pernyataan pelepasan hak dan pembayaran ganti ruginya.
(3) Kepala Sub Direktorat Agraria
Kabupaten/Kotamadya harus menyelesaikan permohonan tersebut menurut
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun1973.
BAB III. PEMBEBASAN TANAH UNTUK
KEPENTINGAN SWASTA
Pasal 11.
(1) Pemerintah Daerah setempat
berkewajiban untuk mengawasi pelaksanaan pembebasan tanah dan pemberian ganti
rugi.
(2) Pembebasan tanah untuk keperluan
swasta pada azasnya harus dilakukan secara langsung antara pihak-pihak yang
berkepentingan dengan pemberian ganti rugi dengan berpedoman kepada azas
musyawarah.
BAB IV. BIAYA-BIAYA UNTUK PANITIA
PEMBEBASAN TANAH
Pasal 12.
(1) Para anggota dan Sekretaris Panitia
Pembebasan Tanah tersebut dalam pasal 2 mendapat uang honorarium sebesar 1/4 %
(seperempat persen) dari jumlah taksiran ganti rugi untuk masing-masing
anggota, dengan ketentuan untuk seluruh anggota maksimum sebesar 1½ % (satu
setengah persen) atau dalam bentuk uang sebesar Rp. 1.000-000,- (satu juta
rupiah).
(2) Biaya-biaya transport dan lain-lain
dibebankan kepada pemohon /instansi yang
bersangkutan yang dipungut oleh Panitia
dengan memberikan tanda penerimaan resmi.
BAB V. LAIN-LAIN
Pasal 13.
(1) Apabila pembebasan tanah oleh yang
berkepentingan meliputi areal yang luas, dalam mana
pelaksanaan pembebasan tanah tersebut
mengakibatkan pemindahan pemukiman
penduduk, maka pemberian izin
pembebasan tanah disertai pula kewajiban bagi pihak yang
memerlukan tanah untuk menyediakan
tempat penampungan pemukiman baru.
(2) Kewajiban untuk menyediakan tempat
penampungan dalam rangka pembebasan tanah
tersebut dalam ayat (1) di atas
merupakan keharusan di samping kewajiban pembayaran
ganti rugi sebagai dimaksud dalam pasal
6.
(3) Bagi mereka yang terkena ketentuan
tersebut dalam ayat (1) di atas dan mempunyai minat
untuk dipindahkan ketempat permukiman
baru tersebut, maka pelaksanaan pemindahan
berikut biaya-biaya yang diperlukan
untuk itu, diatur dan ditetapkan lebih lanjut oleh
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang
bersangkutan.
Pasal 14.
Hal-hal yang belum diatur dalam
Keputusan ini akan diatur dalam peraturan perundangan lain.
Keputusan ini mulai berlaku sejak
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Desember
1975.
Komentar
Posting Komentar